Sabtu, 16 Oktober 2010

Hidup Berhikmat

gr.abnerpanjaitan

          Ada filsafat buah yang merefleksikan kehidupan seperti ini: Jadilah jagung, jangan jambu monyet, jagung membungkus bijinya yang banyak, sedangkan jambu monyet memamerkan bijinya yang cuma satu-satunya. Jangan pamer, kecuali lagi pameran. Jadilah pohon pisang, pohon pisang kalau berbuah hanya sekali, lalu mati. Kesetiaan dalam pernikahan. Jadilah duren, jangan kedondong walaupun luarnya penuh kulit yang tajam, tetapi dalamnya lembut dan manis, beda dengan kedondong, luarnya mulus, rasanya agak asem dan di dalamnya ada biji yang berduri. Jadilah bengkoang walaupun hidupnya dalam kompos sampah, tetapi umbinya isinya putih bersih. Jagalah hati jangan kita dinodai meskipun mainnya di tempat sampah. Jadilah padi makin berisi, makin merunduk. Tapi awas ada wereng. Jadilah pohon kelapa sudah terkenal dengan serba gunanya, tidak bisa dimanipulasi(tidak dapat dicangkok); Jadilah tandan Pete, bukan tandan rambutan. Tandan Pete membagi makanan sama rata ke biji petenya, semua seimbang, ngak seperti rambutan ada yang kecil ada yang besar. Jadilah cabe makin tua makin pedas, makin tua makin bijaksana. Jadilah buah manggis bisa ditebak isinya dari bokong buahnya, maksudnya jangan munafik. Jadilah buah nangka, selain buahnya, nangka memberi getah kepada penjual atau yang memakannya, artinya berilah kesan kepada semua orang(tentunya yang baik).
Sejarah menjadi unsur hakiki seorang manusia. Hidup manusia bukanlah serupa batu di ruangan hampa, dalam arti senantiasa sama sejak awal sampai akhir, melainkan berbuah dengan kata dalam pengembangan hidup manusia pada umunnya tidak disediakan jalan pintas. Dengan kata lain panggilan hidup manusia menuntut sepenuhnya tanggung jawab dari setiap peribadi. ”Hanya ada dua tragedi dalam kehidupan ini; orang uang tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan orang yang mendapatkannya”. 
            Memiliki hikmat dan kebijaksanaan kepada Ayub(28.1-12) menjadi kesadaran baru tentang persekutuan dengan Allah. Persekutuan dengan Allah yang bukan tradisi agama seperti yang dipertahankan oleh sahabat-sahabat Ayub, melainkan persekutuan yang hidup, dengan Allah yang hidup. Allah yang menyatakan dirinya lewat topan membuat Ayub lebih mengenal dan menikmati persekutuannya dengan Allah yang memberi makna dalam hidup ini. Orang berhikmat itu adalah orang yang memiliki pengetahuan yang memungkinkan orang itu mengenal Yang Mahakudus (Ams 30.3). Sehingga, orang yang berhikmat akan mampu melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang besar dalam setiap perjalanan hidup ditengah-tengah realitas dunia ini. Orang yang bijak selalu memberikan pengaruh yang positif. Oleh karena itu, seseorang yang berhikmat berjerih payah untuk melakukan kebenaran, yang berkenan bagi Tuhan, serta menghindari jalan yang menyesesatkan. Pengalaman hidup yang berjalan bersama Tuhan adalah pengalaman hidup yang tidak ternilai harganya, oleh sebab itu marilah melangkah dengan tuntunan dan ajaran serta tanggung jawab hidup yang besar kepada Tuhan. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar